BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Tingginya
tingkat penyebaran HIV memerlukan suatu tindakan universal precautions untuk mencegah penyebaran inveksi. Universal precautions adalah
tindakan adalah tindakan pengendalian
infeksi oleh seluruh petugas kesehatan, untuk semua pasien , dimana pun dan kapan pun serta pada semua pasien. Universal precautions bertujuan
mengendalikan infeksi secara konsisten serta mencegah penularan bagi petugas
kesehatan dan pasien.
Universal precautions
meliputi, pengelolaan alat kesehatan habis pakai, cuci tangan guna menceah
infeksi silang, pemakaian alat pelindung diantara pemakaian sarung tangan untuk
mencegah kontak dengan darah serta cairan infeksius yang lain, pengelolaan
jarum dan alat tajam untuk mencegah perlukaan, pengelolaan limbah dan sanitasi
ruangan, desinfeksi dan sterilisasi untuk alat yang digunakan ulang,
pengelolaan linen. Peran perawat dalam perawatan pasien HIV/AIDS salah satunya
adalah menerapkan universal precautions
untuk mencegah penularan HIV/AIDS pada petugas sendiri, petugas, dan pasien
lainnya.
(Dr. nursalam.hal:82)
B. Rumusan
Masalah
1. Bagaimana
cara penularan HIV/AIDS ?
2. Bagaimana
cara pencegahan penularan HIV/AIDS ?
3. Bagaimana
cara pelaksanaan universal precaution pada kasus HIV/AIDS ?
C. Tujuan
1. Tujuan
Umum
Makalah ini disusun
sebagai salah satu tugas yang diberikan untuk memenuhi mata kuliah communicable
desiases. Diharapkan setelah membaca makalah ini mahasiswa dapat mengetahui
lebih dalam tentang pencegahan penularan infeksi HIV/AIDS melalui universal
precaution yang akan dibahas dalam makalah ini.
2. Tujuan
Khusus
Diharapkan setelah
membaca makalah ini, pembaca dapat :
a. Mengetahui
definisi dari HIV/AIDS
b. Mengetahui
cara penularan HIV/AIDS
c. Mengetahui
cara pencegahan penularan infeksi HIV/AIDS
d. Mengetahui
cara pelaksanaan universal precaution pada kasus HIV/AIDS
BAB
II
ISI
DAN PEMBAHASAN
A. Pengertian
AIDS
adalah singkatan dari Acquired Immune Defisiency Syndrome, yaitu penyakit yang
disebabkan oleh virus yang merusak system kekebalan tubuh manusia. Sehingga
manusia dapat meninggal bukan semata-mata oleh virus HIV nya tetapi oleh
penyakit lain yang sebenarnya bisa ditolak seandainya daya tahan tubuhnya tidak
rusak.
HIV
adalah nama virus penyebab AIDS atau disebut Human Immunodeficiency Virus.
B. Penyebab
HIV/AIDS
Penyebab
AIDS adalah Human Imunodeficiency Virus ( HIV ) yaitu sejenis virus RNA yang
tergolong retrovirus. Dasar utama penyakit infeksi HIV ialah berkurangnya jenis
sel darah putih ( Limfosit T Helper ) yang mengandung marter CD4 ( Sel T4 ).
Limfosit T4 mempunyai pusat dan sel utama yang terlibat secara langsung maupun
tidak langsung dalam menginduksi kebanyakan fungsi-fungsi kekebalan, sehingga
kelainan-kelianan fungsional pada sel T4 akan menimbulkan tanda-tanda gangguan
respon kekebalan tubuh. Selain HIV memasuki tubuh seseorang, HIV dapat
diperoleh dari limfosit terutama limfosit T4, monosit, sel Glia, makrofag dan
cairan otak penderita AIDS.
C. Tanda
– Tanda Terserang AIDS.
Gejala
AIDS timbul setelah 5-10 tahun setelah terinfeksi HIV yang sering terlihat
gejalanya adalah :
1. Gejala
awal seperti orang terserang flu biasa.
2. Nampak
sehat, tetapi dapat menularkan virus HIV ke siapa saja.
3. Muncul
gejala ARC ( AIDS Related Complex ) seperti :
a. Rasa
lelah yang berkepanjangan
b. Sering
demam ( lebih dari 38° C )
c. Sesak
nafas dan batuk yang berkepanjangan
d. Berat
badana menurun secara mencolok dengan cepat
e. Bercak
merah kebiruan pada kulit/mulut
f. Diare
lebih dari satu bulan tanpa sebab yang jelas
g. Bercak
putih atau luka dalam mulut
Gejala-gejala diatas
juga bisa dijumpai pada penyakit lain, sebab itu untuk memastikannya perlu
pemeriksaan darah.
4. AIDS
dengan tanda-tanda yang spesifik :
a. Sarhama
Kapossi
b. Pnemocystus
Carimi
D. Cara
Penularan AIDS.
Virus
AIDS alias HIV tidak mudah menular seperti penularan virus influenza. HIV ini
hanya bersarang pada sel darah putih tertentu yang disebut sel T4. Karena sel
T4 ini terdapat pada cairan-cairab tubuh, maka HIV dapat ditemukan dalam cairan
tubuh, yaitu :
1. Darah,
termasuk darah haid/menstruasi
2. Air
mani dan cairan-cairan lain yang keluar dari alat kelamin pria kecuali air
kencing
3. Cairan
vagina dan cairan dari leher rahim
Untuk
bisa menular, cairan tubuh diatas harus berlangsung masuk kedalam peredaran
darah.
Penularan
AIDS terutama berlangsung melalui :
1. Hubungan
seks ( homo maupun hetero seks ) dengan orang yang mengidap HIV.
2. Transfusi
darah dimana darahnya mengandung HIV.
3. Alat
suntik atau tusuk lainnya ( akupuntur, tatto, tindik, dan sebagainya ) bekas
dipakai orang yang mengidap HIV.
4. Ibu
hamil pengidap HIV kepada janin yang dikandungnya.
E. Tidak
Terbukti Menularkan AIDS.
AIDS
belum terbukti menularkan melalui :
1. Hidup
serumah dengan pengidap HIV/AIDS ( asal tidak mengadakan hubungan seks )
2. Bersenggolan
dengan penderita AIDS/Pengidap HIV.
3. Bersentuhan
dengan pakaian dan lain-lain barang bekas dipakai penderita AIDS.
4. Penderita
AIDS bersin, atau batuk di dekat kita.
5. Berciuman.
6. Makan
dan minum.
7. Gigitan
nyamuk dan serangga lain.
8. Sama-sama
berenang dikolam renang.
F. Yang
Dapat Terkena AIDS
1. Mereka
yang mempunyai banyak pasangan seksual ( Homo dan Hetero seksual )
2. Penerima
transfuse darah
3. Bayi
yang dilahirkan dari ibu pengidap HIV
4. Pecandu
narkotika suntikan
5. Pasangan
dari pengidap HIV
G. Pencegahan
AIDS
1. Cara
mencegah penularan HIV/AIDS :
A : Abstinensia, tidak
melakukan hubungan seksual atau tidak melakukan hubungan seksual sebelum
menikah.
B : Being Faithfull,
setia pada satu pasangan, atau menghindari berganti-ganti pasangan seksual
C : Condom, bagi yang
berisiko dianjurkan selalu menggunakan condom secara benar selama berhubungan
seksual
D : Drug Injection,
jangan menggunakan obat ( narkoba ) suntik dengan jarum tidak seteril atau
digunakan secara bergantian
E : Education,
pendidikan dan penyuluhan kesehatan tentang hal-hal yang berkaitan dengan
HIV/AIDS.
2. Pencegahan
tentu saja harus dikaitkan dengan cara-cara penularan HIV seperti :
a. Pencegahan
penularan melalui hubungan seksual
Infeksi HIV terutama
terjadi hubungan seksual, sehingga pencegahan AIDS perlu difokuskan pada
hubungan seksual. Untuk ini perlu dilakukan penyuluhan agar orang berperilaku
seksual yang aman dan bertanggung jawab, yaitu :
1) Hanya
mengadakan hubungan seksual dengan pasangan sendiri ( suami/istri sendiri )
2) Kalau
salah seorang pasangan anda sudah terinfeksi HIV, maka dalam melakukan hubungan
seksual pergunakanlah kondom secara benar
3) Mempertebal
iman agar tidak terjerumus ke dalam hubungan-hubungan seksual
b. Pencegahan
penularan melalui darah
1) Transfuse
darah
a) Pastikan
bahwa darah yang dipakai untuk transfuse tidak tercemar HIV
b) Kalau
anda HIV (+) jangan menjadi donor darah. Begitu pula kalau anda berperilaku
resiko tinggi, misalnya biasa berhubungan seksual dengan banyak pasangan
2) Produk
darah dan plasma
Pastikan
bahwa tidak tercemar HIV
3) Alat
suntik dan alat lain yang dapat melukai kulit
a) Desinfeksi
atau bersihkan alat-alat seperti jarum, alat cukur, alat tusuk untuk tindik dan
lain-lain, dengan pemanasan atau larutan
desinfektan.
b) Petugas
kesehatan yang merawat penderita AIDS mempunyai kemungkinan terpapar oleh
cairan tubuh penderita.
c. Pencegahan
penularan dari ibu-anak
1) Pencegahan
penularan HIV dari ibu ke bayi yang dikandungnya atau yang populer dalam
istilah bahasa inggris Prevention of Mother to Child HIV Transmission ( PMTCT )
merupakan upaya untuk mencegah penularan HIV dari ibu hamil ke bayi
2) Epidemiologi
Jumlah penyakit sangat
banyak dan berbeda satu sama lain karena setiap penyakit mempunyai sejumlah
determinan ( faktor-faktor yang berpengaruh ) dan distribusi yang berbeda
dengan penyakit-penyakit lainnya. Determinan-determinan dan distribusi sesuatu
penyakit perlu diketahui karena tanpa pengetahuan tentang semua hal ini
penyakit itu tidak akan mungkin dicegah, diberantas dan dibasmi. Dari bayi,
anak sampai orang tua, kaum homoseks maupun heteroseks, laki-laki maupun
perempuan, wanita pekerja seksual sampai ibu rumah tangga dan pengguna narkoba
suntik semua dapat terkena HIV/AIDS. AIDS telah dan terus meningkat dan meluas keseluruh
penjuru dunia dalam jangka waktu yang relatif singkat. Diperkirakan 50% bayi yang lahir dari ibu
yang HIV (+) akan terinfeksi HIV sebelum, selama dan tidak lama sesudah
melahirkan. Ini yang perlu disampaikan kepada ibu-ibu yang HIV (+). Ibu-ibu seperti
ini perlu konseling. Sebaiknya ibu yang HIV (+), tidak hamil.
PENCEGAHAN PENULARAN HIV / AIDS
MELALUI UNIVERSAL PRECAUTION
A. Pengertian
universal precautions
Universal precautions
adalah tindakan pengendalian infeksi sederhana yang digunakan oleh seluruh
petugas kesehatan, untuk semua pasien, setiap saat, pada semua tempat pelayanan
dalam rangka mengurangi resiko penyebaran infeksi.
Universal precautions
perlu diterapkan dengan tujuan untuk :
1. Mengendalikan
infeksi secara konsisten
2. Memastikan
standar adekuat bagi mereka yang tidak di diagnosis atau tidak terlihat seperti
beresiko
3. Mengurangi
risiko bagi petugas kesehatan dan pasien
4. Asumsi
bahwa risiko atau infeksi berbahaya
(Dr.nursalam.hal:
82)
B. Lingkup
universal precautions
universal precautions
meliputi:
1. Pengelolaan
alat kesehatan habis pakai
2. Cuci
tangan guna mencegah infeksi silang
3. Pemakaian
alat pelindung diantaranya pemakaian sarung tangan untuk mencegah kontak dengan
darah serta cairan infeksius yang lain.
4. Pengelolaan
jarum dan alat tajam untuk mencegah perlukaan
5. Pengelolaan
limbah dan sanitasi ruangan
6. Desinfeksi
dan sterilisasi untuk alat yang digunakan ulang
7. Pengelolaan
linen
C. Penggunaan
universal precautions dilakukan:
1. Jika
semua pasien diperlakukan seperti mereka memiliki virus yang menyebar melalui
darah
2. Jika
tidak diperlukan perlindungan ekstra apabila seorang pasien didiagnosis
dengan hepatitis B, HIV, atau hepatitis
C.
3. Jika
perlindungan ekstra hanya diperlukan ketika pasien diketahui atau diduga
terinfeksi oleh virus atau menyebar melalui droplet, udara, atau rute kontak
transmisi.
Penggunaan pelindung
(barrier) fisik, mekanik, atau kimiawi
diantara mikroorganisme dan individu, misalnya ketika pemeriksaan kehamilan,
pasien rawat inap, petugas pelyanan kesehatan. Pelindung merupakan alat yang
sangat efektif untuk mencegah penularan
infeksi (barrier membantu
memutuskan rantai penyebaran penyakit).
D. Pelaksanaan
universal precautions yang baku
adalah:
1. Setiap
orang (pasien atau petugas kesehatan) sangat berpotensi meningkatkan infeksi
2. Cuci
tangan
3. Pakai
sarung tangan (kedua tangan) sebelum menyentuh kulit yang terluka, mukosa,
darah , bagian tubuh lain, instrument yang kotor, sampah yang terkontaminasi,
dan sebelum melakukan prosedur invasive
4. Gunakan
alat pelindung diri (kacamata pelindung, masker muka dan celemek) untuk
mencegah kemungkinan percikan dari tubuh (sekresi dan ekskresi) yang muncrat
dan tumpah (misalnya saat membersihkan instrumens dan benda lainnya)
5. Gunakan
antiseptic untuk membersihkan selaput lendir sebelum pembedahan, pembersihan
luka, atau pencucian tangan sebelum operasi dengan antiseptic berbahan alcohol.
6. Gunakan
praktik keselamatan kerja, misalnya jangan menutup kembali jarum atau
membengkokkan jarum setelah digunakan, jangan menjahit dengan jarum tumpul
7. Pembuangan
sampah infeksi ke tempat yang aman.
Pada
akhirnya, untuk semua alat yang terkontaminasi dilakukan dekontaminasi dan
dibersihkan secara menyeluruh, kemudian disterilkan atau didesinfeksi tingkat
tinggi (DTT) dengan menggunakan prosedur yang ada.
(Dr.nursalam,
hal: 84)
1.
Mencuci
tangan
a.
Mencuci tangan harus selalu
dilakukan sebelum dan sesudah melakukan tindakan keperawatan walaupun mamakai
sarung tangan dan alat pelindung yang lain. Tindakan ini penting untuk
menghilangkan atau mengurangi mikroorganisme yang ada di tangan sehingga penyebaran
infeksi dapat dikurangi dan lingkungan kerja terjaga dari infeksi.
b.
Mencuci tangan tidak bisa
digantikan oleh pemakaian sarung tangan
c.
Cuci tangan harus selalu dilakukan
sebelum dan sesudah memakai sarung tangan
d.
Tiga cara mencuci tangan yang
dilaksanakan sesuai kebutuhan yaitu:
1) Cuci
tangan higienis atau rutin, dilakukan
untuk mengurangi kotoran dan flora yang ada ditangan dengan menggunakan sabun
tau detergen
2) Cuci
tangan aseptic, dilakukan sebelum melakukan tindakan aseptic pada pasien dengan
menggunakan cairan antiseptic
3) Cuci
tangan bedah, dilakukan sebelum melakukan tindakan bedah dengan cara aseptic
dengan menggunakan cairan aseptic dan sikat steril.
e. Indikasi
mencuci tangan: cuci tangan harus dilakukan pada saat yang di antisipasi akan
terjadi perpindahan kuman melalui tangan yaitu:
1) Sebelum
melakukan tindakan, misalnya memulai pekerjaan (baru tiba dikantor), saat akan
memeriksa (kontak langsung dengan klien),saat akan memakai sarung tangan steril
atau sarung tangan yang telah didesinfeksi tingkt tinggi (DTT) untuk melakukan
suatu tindakan, saat akan memakai peralatan yang telah di DTT, saat akan
melakukan injeksi dan pemasangan infuse, dan saat hendak pulang kerumah.
2) Setelah
melakukan tindakan yang dimungkinkan terjadi pencemaran, misalnya setelah memeriksa
pasien,setelah memegang alat-alat bekas pakai dan bahan-bahan lain yang
berisiko terkontaminasi, setelah menyentuh selaput mukosa,darah, atau cairan
tubuh yang lain, setelah membuka sarung tangan (cuci tangan setelah membuka
sarung tangan perlu dilakukan karena ada kemungkinan sarung tangan robek atau
berlubang), setelah dari kamar kecil, setelah bersin atau batuk.
f. Mencuci
tangan
1) Tindakan
paling penting dalam mencegah penyebaran infeksi
2) Pakai
sabun dan air secara adekuat
3) Gunakan
alcohol tangan jika tidak ada air mengalir
4) Keringkan
tangan dengan handuk sekali pakai atau bersih
g. Prosedur
mencuci tangan:
1) Untuk
mencuci tangan harus selalu diusahakan tersedia sabun antiseptic dan air
mengalir. Melepaskan benda disekitar tangan (jam tangan, cincin, gelang, dan
lain-lain)
2) Gunakan
tissue untuk membuka keran air untuk untuk menghindari tangan yang kotor
mengkontaminasi keran.
3) Basahi
tangan dan pergelangan tangan, kemudian tuangkan lebih 5 cc sabun cair
ditelapak tangan
4) Menggosok
dengan busa sabun semua permukaan secara mekanik selama 15-30 detik dan
dilanjutkan dengan membilas pada air yang mengalir
5) Keringkan
tangan dengan alat pengering/handuk kering.
(Dr.
nursalam, hal:84-85)
2.
Pemakaian
alat pelindung diri
a. Sarung
tangan, untuk mencegah perpindahan mikroorganisme yang terdapat pada tangan
petugas kesehatan kepada pasien, dan mencegah kontak antara tangan petugas
dengan darah atau cairan tubuh pasien, selaput lendir, luka, alat kesehatan,
atau permukaan yang terkontaminasi.
b. Pelindung
wajah (masker, kacamata,helm): untuk mencegah kontak antara droplet dari mulut
dan hidung petugas yang mengandung mikroorganisme ke pasien, dan mencegah
kontak droplet/darah/cairan tubuh pasien kepada petugas
c. Penutup
kepala: untuk mencegah kontak dengan percikan darah atau cairan tubuh pasien
d. Gaun
pelindung (baju kerja atau celemek) : mencegah kontak mikroorganisme dari
pasien atau sebaliknya
e. Sepatu
pelindung: mencegah perlukaan kaki oleh benda tajam yang terkontaminasi, juga
terhadap darah dan cairan tubuh lainnya.
(Dr.
nursalam, hal: 85-86)
3.
Pengelolaan
alat kesehatan
Pengelolaan alat
kesehatan dapat mencegah penyebaran infeksi melalui alat kesehatan, atau
menjamin alat tersebut selalu dalam kondisi steril dan siap pakai. Pemilihan
pengelolaan alat tergantung pada
kegunaan alat dan berhubungan dengan tingkat resiko penyebaran infeksi. Pengelolaan alat dilakukan melalui
empat tahap:
1) Dekontaminasi
2) Pencucian
3) Sterilisasi
atau DTT
4) Penyimpanan
Berikut ini adalah
prosedur pengelolaan alat kesehatan :
Uap tutup dalam uap air mendidih selama 20 menit
|
Rebus diamkan mendidih selama 20 menit
|
Kimiawi Rendam dalam larutan desinfektan 20 menit
|
Pemanasan kering 170°C selama 60 menit
|
Uap bertekanan tinggi autoklaf 121°
20-30 menit 106kPa
|
Desinfeksi tingkat tinggi
|
Kimiawi rendam dalam larutan desinfektan 10-24jam atau
gas ETO
|
Sterilisasi
|
Cuci bersih dan
tiriskan : pakai sarung tangan dan pelindung terhadap objek tajam
|
Dekontaminasi
|
Pendinginan dan
penyimpanan siap dipakai
|
Dekontaminasi
Dekontaminasi
merupakan langkah pertama dalam menangani alat bedah dan sarung tangan yang
tercemar. Hal penting yang harus dilakukan sebelum membersihkan alat adalah
mendekontaminasi alat dan benda lain yang mungkin terkena darah dan cairan
tubuh. Segera setalah digunakan, alat harus direndam dilarutan klorin 0,5
% selama 10 menit. Langkah ini bertujuan
mencegah penyebaran infeksi alat kesehatan atau suatu permukaan benda,
menginaktivasi HBV, HCV, dan HIV serta
dapat mengamankan petugas yang membersihkan alat tersebut
dari risiko penularan.
Produk-produk dekontaminasi
Larutan klorin dan natrium hipoklorit yang umumnya
tidak mahal dan merupakan produk dengan reaksi yang paling cepat dan efektif
pada proses dekontaminasi, tetapi ada juga bahan lainnya yang biasa digunakan
seperti 70% etil atau isopropil alcohol dan 0,5%-3% bahan fenolik atau karbol.
Apabila tidak tersedia desinfektan untuk proses dekontaminasi, maka perlu
kewaspadaan yang tinggi saat menangani dan membersihkan benda tajam tercemar
(misalnya jarum jahit, gunting, dan pisau bedah). Cara membuat larutan klorin
untuk dekontaminasi dan DTT alat adalah dengan cara mencampurkan satu bagian
(cangkir atau gelas) cairan pemutih pekat ditambah sejumlah x (kali) bagian air
(misalnya jika ingin membuat larutan 0,5% campur 1 cangkir pemutih + 6 cangkir
air sehingga seluruhnya menjadi 7 cangkir). Gunakan air matang saat membuat
larutan klorin 0,1% karena air ledeng mengandung bahan mikroskopis yang dapat
menonaktifkan klorin.
Cara
melakukan dekontaminasi dan pencucian sarung tangan adalah :
1. Sebelum
melepas sarung tangan kotor, masukkan tangan yang masih memakai sarung tangan
ke dalam kontainer yang berisi larutan klorin 0,5%.
2. Lepaskan
sarung tangan dengan cara membalikkannya sehingga bagian luar menjadi bagian
dalam kemudian rendam sarung tangan tersebut dalam larutan klorin 0,5% selama
10 menit.
3. Cuci
sarung tangan dengan larutan sabun. Bersihkan bagian dalam dan luar.
4. Bilas
sarung tangan dengan air bersih sampai dengan tidak ada detergen atau sabun
5. Periksa
kemungkinan adanya lubang sarung tangan dengan menggembungkan memakai
tangan(yidak dengan meniup) dan memasukkan kedalam air, bila berlubang maka
akan kelihatan gelembung udara.
6. Keringkan
dengan hati-hati bagian dalam dan luar sarung tangan sebelum melakukan
sterilisasi atau desinfeksi.
Cara
dekontaminasi peralatan yang terbuat dari logam adalah:
1. Rendam
semua peralatan yang telah dipakai kedalam container plastic yang berisi
larutan klorin 0,5% selama 10 menit
2. Sikat
peralatan di bawah permukaan air sabun, gunakan sikat yang lembut (pastikan
bagian-bagian yang bergerigi seperti engsel dan sekrup telah disikat sampai
bersih)
3. Bilas
dengan air bersih sampai tidak ada sabun
atau detergen
4. Keringkan
di udara atau dengan handuk bersih
5. Lakukan
sterilisasi atau DTT
Cara
mencuci linen, penutup lapangan operasi:
1. Pada
akhir tindakan, dengan menggunakan sarung tangan, ambil linen/kain penutup
lapangan operasi, masukkan dengan hati-hati ke dalam container atau kantung
plastic.
2. Diikat,
untuk kemudian dikirim ke tempat pencucian
3. Bila
kain/linen tercemar, beri larutan klorin 0,5% pada 5 bagian yang terpapar
darah/cairan plastic, diikat, diberi label bahan menular, kirim ke tempat
pencucian.
(Dr. nursalam, hal: 89-90)
Pencucian alat
1. Setelah
dekontaminasi dilakukan pembersihan yang merupakan langkah penting yang harus
dilakukan. Tanpa pembersihan yang memadai maka umumnya proses desinfeksi dan
sterilisasi selanjutnya menjadi tidak efektif.
2. Pada
alat kesehatan yang tidak terkontaminasi dengan darah, misalnya dengan kursi
roda, tensimeter, infuse pump, dan lain-lain cukup dilap dengan larutan detergen, air dan sikat.
Pencucian harus dilakukan dengan teliti sehingga darah atau cairan tubuh lain,
jaringan, bahan organic, dan kotoran betul-betul hilang dari permukaan alat tersebut.
3. Cuci
dengan detergen netral dan air, gunakan sarung tangan, pencucian yang hanya
menggunakan air tidak dapat menghilangkan protein, minyak, dan
partikel-partikel.
4. Detergen
digunakan dengan cara mencampurkannya dengan air dan digunakan untuk membersihkan
partikel dan minyak serta kotoran lain.
5. Tidak
dianjurkan untuk menggunakan sabun cuci bias untuk membersihkan peralatan,
karena sabun yang bereaksi dengan air akan meninggalkan residu yang sulit
dihilangkan, hindarkan juga penggunaan abu gosok karena bekas goresan alat akan
menjadi tempat bersembunyi mkroorganisme.
6. Untuk
pencucian linen, pegang linen sedikit mungkin, gunakan sarung tangan jika harus
memegang linen, kumpulkan dalam kantung.
(Dr.
nursalam, hal: 90-91)
Desinfeksi dan sterilisasi
1.
Desinfeksi:
Adalah suatu proses untuk menghilangkan sebagian
atau semua mikroorganisme dari alat kesehatan kecuali endospora bakteri.
Biasanya menggunakan cairan kimia, pasteurisasi atau perebusan. Efikasinya
dipengaruhi berbagai factor diantaranya adalah proses yang dilakukan
sebelumnya, seperti pencucian, pengeringan, adanya zat organic, tingkat
pencemaran, jenis mikroorganisme pada alat kesehatan, sifat dan bentuk terpajan
desinfektan, suhu, pH. Bila factor-faktor tersebut ada yang diabaikan maka
mengurangi efektivitas desinfeksi.
Macam desinfeksi antara lain
desinfeksi kimiawi dan desinfeksi cara lainnya. Berikut adalah penjelasan
mengenai kedua jenis desinfeksi tersebut:
2.
Desinfeksi
kimiawi:
a. Alkohol
Berbentuk etil alcohol
dengan konsentrasi 60-90% dapat bekerja sebagai bakterisidal, tuberkulosidal,
fungisidal, dan virusidal, tetapi tidak membunuh spora bakteri. Cara kerja
alcohol adalah denaturasi protein. Alcohol juga efektif untuk virus hepatitis B
(HBV), herphes simpleks (HSV), HIV, rotavirus,echovirus, dan astrovirus.
Alcohol tidak digunakan untuk sterilisasi karena tidak membunuh spora bakteri.
Alcohol efektif untuk desinfeksi termometer oral maupun rectal dan serat optic
endoskopi.
b. Klorin
dan ikatan klorin
Klorin membunuh bakteri
diduga dengan cara menghambat reaksi enzimatik yan esensial dalam sel,
denaturasi protein, dan inaktivasi asam nukleat.
c. Formaldehyde
Digunakan sebagai
desinfektan dan sterilisasi baik dalam bentuk cair maupun gas. Dipasar
formaldehyde dijual dalam bentuk cair yang dikenal dengan formalin
(formaldehyde 37% dari beratnya), formaldehyde berfungsi sebagai bakterisidal,
tuberkulosidal, fungisidal, dan virusidal, serta sporisidal tetapi bersifat
karsinogenik sehingga jarang digunakan lagi. Cara kerja formaldehyde adalah melalui
alkilasi asam amino atau protein.
d. Glutaraldehyde
Cara kerja
glutaraldehyde adalah merusak DNA, RNA, menghambat sintesis mikroorganisme yang
rentan terhadap glutaraldehyde pada konsentrasi 2% dan pH 7,5-8,5 meliputi
bakteri vegetative, M.tuberculosa, fungi, berbagai virus, spora bacillus, dan
clostridium ssp, oocyt cryptosporidium. Waktu yang dibutuhkan antara 10-20
menit, kecuali spora dalam waktu 3 jam. Banyak digunakan untuk DTT alat medis
seperti endoskopi, pipa spirometer, alat dialysis, transduser, peralatan
anestesi, dan terapi respirator.
e. H2O2
Bekerja dengan cara
memproduksi radikal hidroksil bebas merusak selubung lipid sel, DNA dan unsur
sel yang esensial. Mikroorganisme yang rentan terhadap H2O2 pada konsentrasi 0,6-15% dalam waktu 15-60
menit adalah S. Aureus, serratia mercescens, proteus mirilis, E.colli,
streptococcus ssp, baccilus ssp,(150 menit) , virus. Dipasar tersedia H2O2 3% yang cukup stabil dan efektif
sebagai desinfektan. H2O2
3-6% dapat digunakan sebagai desinfeksi lensa kontak, tonometer
biprisma, dan ventilator.
f. Asam
parasetat
Asam parasetat atau
asam peroksiasetat mempunyai kemampuan membunuh kuman secara cepat termasuk
spora dalam konsentrasi rendah. Keuntungan adalah tidak ada zat sisa yang
berbahaya bagi lingkungan (asam asetat, air, oksigen, dan H2O2 ),
tetapi menimbulkan korosi tembaga, kuningan, perunggu, besi galvanis, namun
efek dapat dikurangi dengan mengubah pH lingkungan. Mikroorganisme yang rentan
adalah bakteri gram positif, dan gram negative, fungsi dan yeast (5 menit dalam
100-500 ppm), virus (12-2250 ppm), spora (15 detik-30 menit dalam 500-10.000
ppm).
g. Fenol
Nama lainnya adalah
lisol atau karbol. Fenol konsentrasi tinggi bekerja sebagai zat racun yang
menembus protoplasma, merusak dinding sel dan menggumpalkan protein sel. Pada
konsentrasi rendah, turunan fenol membunuh kuman dengan menghambat kerja enzim
dan menyebabkan kebocoran hasil metabolisme sel melalui dinding sel.kombinasi
turunan fenol dengan detergen digunakan untuk dekontaminasi lingkungan rumah
sakit, termasuk permukaan meja, lantai laboratorium, dan alat kesehatan resiko
rendah. Pemakaian di kamar bayi tidak dianjurkan karena bisa menyebabkan
hiperbilirubin pada bayi. Fenol tidak digunakan untuk alat kesehatan resiko
tinggi dan sedang karena meninggalkan residu.
h. Ikatan
amonium kuartener
Beberapa contoh yang
dipakai adalah diametil-benzil-amonium-klorida,
alkildidesil-dimetil-amonium-klorida, merupakan desinfektan tingkat rendah.
Keduanya merupakan bahan tenun karena kain akan menyerap zat dan meneruskan
reaksinya secara bermakna. Efek ikatan ini adalah bakterisidal, fungisidal, dan
virusidal (virus lipofilik).
(Dr.
nursalam, hal: 91-92)
3.
Desinfeksi
fisik:
a. Radiasi
dengan ultraviolet (UV)
UV dapat merusak DNA,
efektivitas dalam membunuh mikroorganisme dipengaruhi oleh panjang
gelombangnya, bahan organic, jenis media, suhu, jenis mikroorganisme, dan
intensitas UV. Sinar UV bersifat mutagenic, merusak retina, dan menyebabkan sel
bermitosis.
b. Pasteurisasi
Bertujuan merusak
mikroorganisme pathogen yang mungkin ada tanpa merusak spora bakteri. Suhu yang
digunakan 77 0C dalam 30 menit sebagai alternative desinfeksi
kimiawi alat terapi pernafasan anestesi.
c. Mesin
desinfektor (flushing and washer desinfector)
Mesin pencuci yang
dirancang untuk bekerja otomatis dan tertutup untuk membersihkan pispot,
Waskom, alat kesehatan bedah, dan pipa anestesi. Mesin ini menggunakan air
panas kira-kira 90 0C.
(Dr. nursalam.
Hal: 92-93)
4.
Desinfeksi
tingkat tinggi (DTT)
DTT
merupakan alternative penatalaksanaan alat kesehatan bila sterilisasi tidak
tersedia atau tidak mungkin terlaksana. DTT dapat membunuh semua
mikroorganisme, tetapi tidak dapat membunuh endospora dengan sempurna seperti
tetanus atau gas gangren. Cara melakukan DTT antara lain:
a. Merebus
dalam air mendidih selama 20 menit
b. Rendam
dalam desinfektan kimiawi seperti glutaraldehyde dan formaldehyde 80%
c. Steamer.
(Dr. nursalam,
hal: 93)
Sterilisasai
Sterilisasi
adalah menghilangkan seluruh mikroorganisme dari alat kesehatan termasuk
endospora bakteri.
(Dr.
nursalam, hal: 93)
1. Sterilisasi fisik
a. Pemanasan
basah: koagulasi dan denaturasi protein:
pada suhu 121 0C, selama 20-30 menit.
b. Pemanasan
kering: oven, pembakar, sinar intramerah: pada suhu 150-170 0C,
selama >30 menit. Untuk membunuh spora, pemanasan juga bisa dilakukan pada
suhu 180 0C selama 2 jam.
c. Radiasi
sinar gamma, sangat mahal dan hanya digunakan untuk industry besar misalnya
jarum suntik, spuit sekali pakai, dan alat-alat infus.
d. Filtrasi:
serum, plasma, vaksin: dari selulosa berpori 0,22 µm.
(Dr.
nursalam, hal: 93)
2.
Sterilisasi
kimia
a. Glutaraldehyde
2% untuk merendam alat kesehatan 8-10 jam, yaitu formaldehyde 8% selama 24 jam.
Kedua zat tersebut tidak dianjurkan karena dapat mengiritasi kulit, mata, dan
seluruh nafas.
b. Gas
etilin oksida (ETO) adalah gas beracun. Dipakai untuk alat yang tidak tahan
panas (karet, plastic, elektronik, kabel, alat optic, dan lain-lain).
c. ETO
pada kelembaban 20-40%, kepekatan 540-900 mg/liter, dipakai pada suhu 16 jam.
(Dr. nursalam, hal:
93-94)
Stratategi untuk meningkatkan
keselamatan petugas kesehatan
a.
Gunakan universal precautions
b.
Kurangi prosedur invasive yang
tidak perlu
c.
Kembangkan protap (prosedur tetap
pelaksanaan suatu tindakan) tempat kerja yang sesuai
d.
Sediakan sumber-sumber yang
memungkinkan petugas patuh terhadap protap yang ada.
e.
Penyuluhan dan dukungan untuk
seluruh staf.
f.
Supervisi siswa dan petugas yang tidak berpengalaman.
(Dr. nursalam, hal: 94)
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
AIDS
adalah penyakit yang disebabkan oleh virus yang merusak system kekebalan tubuh
manusia. Penularan AIDS terutama berlangsung melalui : Hubungan seks dengan pengidap
HIV, Transfusi darah yang mengandung HIV, Alat suntik atau tusuk lainnya bekas
dipakai pengidap HIV, Ibu hamil pengidap HIV kepada janin yang dikandungnya.
Bahwa
HIV/AIDS tidak dapat diobati melainkan dapat dicegah dengan rumusan :
A
: Abstinensia, tidak melakukan hubungan seksual atau tidak melakukan hubungan
seksual sebelum menikah.
B
: Being Faithfull, setia pada satu pasangan, atau menghindari berganti-ganti
pasangan seksual
C
: Condom, bagi yang berisiko dianjurkan selalu menggunakan condom secara benar
selama berhubungan seksual
D
: Drug Injection, jangan menggunakan obat ( narkoba ) suntik dengan jarum tidak
seteril atau digunakan secara bergantian
E
: Education, pendidikan dan penyuluhan kesehatan tentang hal-hal yang berkaitan
dengan HIV/AIDS.
B. Saran
1. Langkah-langkah
untuk mencegah atau meminimalkan kejadian cidera benda tajam sebagai akibat
resiko kerja, perlu segera diambil oleh para pengelola tenaga keperawatan dan
pihak terkait lainnya karena pada akhirnya akan menjadi ancaman bagi
produktifitas pelayanan keperawatan di rumah sakit. Langkah-langkah yang bisa
diambil diantaranaya meningkatkan kompetensi para perawat dengan pendidikan dan
pelatihan terkait, penyediaan fasilitas pendukung, pengawasan, pengendalian,
serta penanganan dini kasus-kasus kecelakaan kerja terutama tertusuk benda
tajam.
2. Pembinaan sikap positif terhadap perawatan
pasien HIV/AIDS perlu terus dilakukan mengingat hampir setengah responden masih
menunjukan sikap negative terhadap perawatan pasien HIV/AIDS. Pembinaan ini
bisa ditempuh dengan cara mensosialisasikan kemajuan yang positif dalam
pengelolaan pasien HIV/AIDS, dukung moril, fasilitas, dan kebijakan dari
institusi rumah sakit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar