Kamis, 02 Agustus 2012

Pencegahan HIV/AIDS Melalui Universal Precaution


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Tingginya tingkat penyebaran HIV memerlukan suatu tindakan universal precautions untuk mencegah penyebaran inveksi. Universal precautions adalah tindakan  adalah tindakan pengendalian infeksi oleh seluruh petugas kesehatan, untuk semua pasien , dimana pun  dan kapan pun serta pada semua pasien. Universal precautions bertujuan mengendalikan infeksi secara konsisten serta mencegah penularan bagi petugas kesehatan dan pasien.
Universal precautions meliputi, pengelolaan alat kesehatan habis pakai, cuci tangan guna menceah infeksi silang, pemakaian alat pelindung diantara pemakaian sarung tangan untuk mencegah kontak dengan darah serta cairan infeksius yang lain, pengelolaan jarum dan alat tajam untuk mencegah perlukaan, pengelolaan limbah dan sanitasi ruangan, desinfeksi dan sterilisasi untuk alat yang digunakan ulang, pengelolaan linen. Peran perawat dalam perawatan pasien HIV/AIDS salah satunya adalah menerapkan universal precautions untuk mencegah penularan HIV/AIDS pada petugas sendiri, petugas, dan pasien lainnya.
(Dr. nursalam.hal:82) 

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana cara penularan HIV/AIDS ?
2.      Bagaimana cara pencegahan penularan HIV/AIDS ?
3.      Bagaimana cara pelaksanaan universal precaution pada kasus HIV/AIDS ?

C.     Tujuan
1.      Tujuan Umum
Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas yang diberikan untuk memenuhi mata kuliah communicable desiases. Diharapkan setelah membaca makalah ini mahasiswa dapat mengetahui lebih dalam tentang pencegahan penularan infeksi HIV/AIDS melalui universal precaution yang akan dibahas dalam makalah ini.



2.      Tujuan Khusus
Diharapkan setelah membaca makalah ini, pembaca dapat :
a.       Mengetahui definisi dari HIV/AIDS
b.      Mengetahui cara penularan HIV/AIDS
c.       Mengetahui cara pencegahan penularan infeksi HIV/AIDS
d.      Mengetahui cara pelaksanaan universal precaution pada kasus HIV/AIDS


BAB II
ISI DAN PEMBAHASAN
A.    Pengertian
AIDS adalah singkatan dari Acquired Immune Defisiency Syndrome, yaitu penyakit yang disebabkan oleh virus yang merusak system kekebalan tubuh manusia. Sehingga manusia dapat meninggal bukan semata-mata oleh virus HIV nya tetapi oleh penyakit lain yang sebenarnya bisa ditolak seandainya daya tahan tubuhnya tidak rusak.
HIV adalah nama virus penyebab AIDS atau disebut Human Immunodeficiency Virus.

B.     Penyebab HIV/AIDS
Penyebab AIDS adalah Human Imunodeficiency Virus ( HIV ) yaitu sejenis virus RNA yang tergolong retrovirus. Dasar utama penyakit infeksi HIV ialah berkurangnya jenis sel darah putih ( Limfosit T Helper ) yang mengandung marter CD4 ( Sel T4 ). Limfosit T4 mempunyai pusat dan sel utama yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam menginduksi kebanyakan fungsi-fungsi kekebalan, sehingga kelainan-kelianan fungsional pada sel T4 akan menimbulkan tanda-tanda gangguan respon kekebalan tubuh. Selain HIV memasuki tubuh seseorang, HIV dapat diperoleh dari limfosit terutama limfosit T4, monosit, sel Glia, makrofag dan cairan otak penderita AIDS.

C.     Tanda – Tanda Terserang AIDS.
Gejala AIDS timbul setelah 5-10 tahun setelah terinfeksi HIV yang sering terlihat gejalanya adalah :
1.      Gejala awal seperti orang terserang flu biasa.
2.      Nampak sehat, tetapi dapat menularkan virus HIV ke siapa saja.
3.      Muncul gejala ARC ( AIDS Related Complex ) seperti :
a.       Rasa lelah yang berkepanjangan
b.      Sering demam ( lebih dari 38° C )
c.       Sesak nafas dan batuk yang berkepanjangan
d.      Berat badana menurun secara mencolok dengan cepat
e.       Bercak merah kebiruan pada kulit/mulut
f.       Diare lebih dari satu bulan tanpa sebab yang jelas
g.      Bercak putih atau luka dalam mulut
Gejala-gejala diatas juga bisa dijumpai pada penyakit lain, sebab itu untuk memastikannya perlu pemeriksaan darah.
4.      AIDS dengan tanda-tanda yang spesifik :
a.       Sarhama Kapossi
b.      Pnemocystus Carimi

D.    Cara Penularan AIDS.
Virus AIDS alias HIV tidak mudah menular seperti penularan virus influenza. HIV ini hanya bersarang pada sel darah putih tertentu yang disebut sel T4. Karena sel T4 ini terdapat pada cairan-cairab tubuh, maka HIV dapat ditemukan dalam cairan tubuh, yaitu :
1.      Darah, termasuk darah haid/menstruasi
2.      Air mani dan cairan-cairan lain yang keluar dari alat kelamin pria kecuali air kencing
3.      Cairan vagina dan cairan dari leher rahim
Untuk bisa menular, cairan tubuh diatas harus berlangsung masuk kedalam peredaran darah.
Penularan AIDS terutama berlangsung melalui :
1.      Hubungan seks ( homo maupun hetero seks ) dengan orang yang mengidap HIV.
2.      Transfusi darah dimana darahnya mengandung HIV.
3.      Alat suntik atau tusuk lainnya ( akupuntur, tatto, tindik, dan sebagainya ) bekas dipakai orang yang mengidap HIV.
4.      Ibu hamil pengidap HIV kepada janin yang dikandungnya.


E.     Tidak Terbukti Menularkan AIDS.
AIDS belum terbukti menularkan melalui :
1.      Hidup serumah dengan pengidap HIV/AIDS ( asal tidak mengadakan hubungan seks )
2.      Bersenggolan dengan penderita AIDS/Pengidap HIV.
3.      Bersentuhan dengan pakaian dan lain-lain barang bekas dipakai penderita AIDS.
4.      Penderita AIDS bersin, atau batuk di dekat kita.
5.      Berciuman.
6.      Makan dan minum.
7.      Gigitan nyamuk dan serangga lain.
8.      Sama-sama berenang dikolam renang.


F.      Yang Dapat Terkena AIDS
1.      Mereka yang mempunyai banyak pasangan seksual ( Homo dan Hetero seksual )
2.      Penerima transfuse darah
3.      Bayi yang dilahirkan dari ibu pengidap HIV
4.      Pecandu narkotika suntikan
5.      Pasangan dari pengidap HIV


G.    Pencegahan AIDS
1.      Cara mencegah penularan HIV/AIDS :
A : Abstinensia, tidak melakukan hubungan seksual atau tidak melakukan hubungan seksual sebelum menikah.
B : Being Faithfull, setia pada satu pasangan, atau menghindari berganti-ganti pasangan seksual
C : Condom, bagi yang berisiko dianjurkan selalu menggunakan condom secara benar selama berhubungan seksual
D : Drug Injection, jangan menggunakan obat ( narkoba ) suntik dengan jarum tidak seteril atau digunakan secara bergantian
E : Education, pendidikan dan penyuluhan kesehatan tentang hal-hal yang berkaitan dengan HIV/AIDS.

2.      Pencegahan tentu saja harus dikaitkan dengan cara-cara penularan HIV seperti :
a.       Pencegahan penularan melalui hubungan seksual
Infeksi HIV terutama terjadi hubungan seksual, sehingga pencegahan AIDS perlu difokuskan pada hubungan seksual. Untuk ini perlu dilakukan penyuluhan agar orang berperilaku seksual yang aman dan bertanggung jawab, yaitu :
1)      Hanya mengadakan hubungan seksual dengan pasangan sendiri ( suami/istri sendiri )
2)      Kalau salah seorang pasangan anda sudah terinfeksi HIV, maka dalam melakukan hubungan seksual pergunakanlah kondom secara benar
3)      Mempertebal iman agar tidak terjerumus ke dalam hubungan-hubungan seksual

b.      Pencegahan penularan melalui darah
1)      Transfuse darah
a)      Pastikan bahwa darah yang dipakai untuk transfuse tidak tercemar HIV
b)      Kalau anda HIV (+) jangan menjadi donor darah. Begitu pula kalau anda berperilaku resiko tinggi, misalnya biasa berhubungan seksual dengan banyak pasangan
2)      Produk darah dan plasma
Pastikan bahwa tidak tercemar HIV
3)      Alat suntik dan alat lain yang dapat melukai kulit
a)      Desinfeksi atau bersihkan alat-alat seperti jarum, alat cukur, alat tusuk untuk tindik dan lain-lain,  dengan pemanasan atau larutan desinfektan.
b)      Petugas kesehatan yang merawat penderita AIDS mempunyai kemungkinan terpapar oleh cairan tubuh penderita.


c.       Pencegahan penularan dari ibu-anak
1)      Pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi yang dikandungnya atau yang populer dalam istilah bahasa inggris Prevention of Mother to Child HIV Transmission ( PMTCT ) merupakan upaya untuk mencegah penularan HIV dari ibu hamil ke bayi

2)      Epidemiologi
Jumlah penyakit sangat banyak dan berbeda satu sama lain karena setiap penyakit mempunyai sejumlah determinan ( faktor-faktor yang berpengaruh ) dan distribusi yang berbeda dengan penyakit-penyakit lainnya. Determinan-determinan dan distribusi sesuatu penyakit perlu diketahui karena tanpa pengetahuan tentang semua hal ini penyakit itu tidak akan mungkin dicegah, diberantas dan dibasmi. Dari bayi, anak sampai orang tua, kaum homoseks maupun heteroseks, laki-laki maupun perempuan, wanita pekerja seksual sampai ibu rumah tangga dan pengguna narkoba suntik semua dapat terkena HIV/AIDS. AIDS telah dan terus meningkat dan meluas keseluruh penjuru dunia dalam jangka waktu yang relatif singkat.  Diperkirakan 50% bayi yang lahir dari ibu yang HIV (+) akan terinfeksi HIV sebelum, selama dan tidak lama sesudah melahirkan. Ini yang perlu disampaikan kepada ibu-ibu yang HIV (+). Ibu-ibu seperti ini perlu konseling. Sebaiknya ibu yang HIV (+), tidak hamil.



PENCEGAHAN PENULARAN HIV / AIDS MELALUI UNIVERSAL PRECAUTION

A.    Pengertian universal precautions
Universal precautions adalah tindakan pengendalian infeksi sederhana yang digunakan oleh seluruh petugas kesehatan, untuk semua pasien, setiap saat, pada semua tempat pelayanan dalam rangka mengurangi resiko penyebaran infeksi.
Universal precautions perlu diterapkan dengan tujuan untuk :
1.      Mengendalikan infeksi secara konsisten
2.      Memastikan standar adekuat bagi mereka yang tidak di diagnosis atau tidak terlihat seperti beresiko
3.      Mengurangi risiko bagi petugas kesehatan dan pasien
4.      Asumsi bahwa risiko atau infeksi berbahaya
(Dr.nursalam.hal: 82)

B.     Lingkup universal precautions
universal precautions meliputi:
1.      Pengelolaan alat kesehatan habis pakai
2.      Cuci tangan guna mencegah infeksi silang
3.      Pemakaian alat pelindung diantaranya pemakaian sarung tangan untuk mencegah kontak dengan darah serta cairan infeksius yang lain.
4.      Pengelolaan jarum dan alat tajam untuk mencegah perlukaan
5.      Pengelolaan limbah dan sanitasi ruangan
6.      Desinfeksi dan sterilisasi untuk alat yang digunakan ulang
7.      Pengelolaan linen

C.     Penggunaan universal precautions dilakukan:
1.      Jika semua pasien diperlakukan seperti mereka memiliki virus yang menyebar melalui darah
2.      Jika tidak diperlukan perlindungan ekstra apabila seorang pasien didiagnosis dengan  hepatitis B, HIV, atau hepatitis C.
3.      Jika perlindungan ekstra hanya diperlukan ketika pasien diketahui atau diduga terinfeksi oleh virus atau menyebar melalui droplet, udara, atau rute kontak transmisi.
Penggunaan pelindung (barrier)  fisik, mekanik, atau kimiawi diantara mikroorganisme dan individu, misalnya ketika pemeriksaan kehamilan, pasien rawat inap, petugas pelyanan kesehatan. Pelindung merupakan alat yang sangat efektif untuk mencegah penularan  infeksi  (barrier membantu memutuskan rantai penyebaran penyakit).

D.    Pelaksanaan universal precautions yang baku adalah:
1.      Setiap orang (pasien atau petugas kesehatan) sangat berpotensi meningkatkan infeksi
2.      Cuci tangan
3.      Pakai sarung tangan (kedua tangan) sebelum menyentuh kulit yang terluka, mukosa, darah , bagian tubuh lain, instrument yang kotor, sampah yang terkontaminasi, dan sebelum melakukan prosedur invasive
4.      Gunakan alat pelindung diri (kacamata pelindung, masker muka dan celemek) untuk mencegah kemungkinan percikan dari tubuh (sekresi dan ekskresi) yang muncrat dan tumpah (misalnya saat membersihkan instrumens dan benda lainnya)
5.      Gunakan antiseptic untuk membersihkan selaput lendir sebelum pembedahan, pembersihan luka, atau pencucian tangan sebelum operasi dengan antiseptic berbahan alcohol.
6.      Gunakan praktik keselamatan kerja, misalnya jangan menutup kembali jarum atau membengkokkan jarum setelah digunakan, jangan menjahit dengan jarum tumpul
7.      Pembuangan sampah infeksi ke tempat yang aman.
Pada akhirnya, untuk semua alat yang terkontaminasi dilakukan dekontaminasi dan dibersihkan secara menyeluruh, kemudian disterilkan atau didesinfeksi tingkat tinggi (DTT) dengan menggunakan prosedur yang ada.
                                                                                                (Dr.nursalam, hal: 84)
1.      Mencuci tangan
a.      Mencuci tangan harus selalu dilakukan sebelum dan sesudah melakukan tindakan keperawatan walaupun mamakai sarung tangan dan alat pelindung yang lain. Tindakan ini penting untuk menghilangkan atau mengurangi mikroorganisme yang ada di tangan sehingga penyebaran infeksi dapat dikurangi dan lingkungan kerja terjaga dari infeksi.
b.      Mencuci tangan tidak bisa digantikan oleh pemakaian sarung tangan
c.       Cuci tangan harus selalu dilakukan sebelum dan sesudah memakai sarung tangan
d.      Tiga cara mencuci tangan yang dilaksanakan sesuai kebutuhan yaitu:
1)      Cuci tangan higienis atau  rutin, dilakukan untuk mengurangi kotoran dan flora yang ada ditangan dengan menggunakan sabun tau detergen
2)      Cuci tangan aseptic, dilakukan sebelum melakukan tindakan aseptic pada pasien dengan menggunakan cairan antiseptic
3)      Cuci tangan bedah, dilakukan sebelum melakukan tindakan bedah dengan cara aseptic dengan menggunakan cairan aseptic dan sikat steril.
e.       Indikasi mencuci tangan: cuci tangan harus dilakukan pada saat yang di antisipasi akan terjadi perpindahan kuman melalui tangan yaitu:
1)      Sebelum melakukan tindakan, misalnya memulai pekerjaan (baru tiba dikantor), saat akan memeriksa (kontak langsung dengan klien),saat akan memakai sarung tangan steril atau sarung tangan yang telah didesinfeksi tingkt tinggi (DTT) untuk melakukan suatu tindakan, saat akan memakai peralatan yang telah di DTT, saat akan melakukan injeksi dan pemasangan infuse, dan saat hendak pulang kerumah.
2)      Setelah melakukan tindakan yang dimungkinkan terjadi pencemaran, misalnya setelah memeriksa pasien,setelah memegang alat-alat bekas pakai dan bahan-bahan lain yang berisiko terkontaminasi, setelah menyentuh selaput mukosa,darah, atau cairan tubuh yang lain, setelah membuka sarung tangan (cuci tangan setelah membuka sarung tangan perlu dilakukan karena ada kemungkinan sarung tangan robek atau berlubang), setelah dari kamar kecil, setelah bersin atau batuk.  

f.       Mencuci tangan
1)      Tindakan paling penting dalam mencegah penyebaran infeksi
2)      Pakai sabun dan air secara adekuat
3)      Gunakan alcohol tangan jika tidak ada air mengalir
4)      Keringkan tangan dengan handuk sekali pakai atau bersih




g.      Prosedur mencuci tangan:
1)      Untuk mencuci tangan harus selalu diusahakan tersedia sabun antiseptic dan air mengalir. Melepaskan benda disekitar tangan (jam tangan, cincin, gelang, dan lain-lain)
2)      Gunakan tissue untuk membuka keran air untuk untuk menghindari tangan yang kotor mengkontaminasi keran.
3)      Basahi tangan dan pergelangan tangan, kemudian tuangkan lebih 5 cc sabun cair ditelapak tangan
4)      Menggosok dengan busa sabun semua permukaan secara mekanik selama 15-30 detik dan dilanjutkan dengan membilas pada air yang mengalir
5)      Keringkan tangan dengan alat pengering/handuk kering.

(Dr. nursalam, hal:84-85)

2.      Pemakaian alat pelindung diri
a.       Sarung tangan, untuk mencegah perpindahan mikroorganisme yang terdapat pada tangan petugas kesehatan kepada pasien, dan mencegah kontak antara tangan petugas dengan darah atau cairan tubuh pasien, selaput lendir, luka, alat kesehatan, atau permukaan yang terkontaminasi.
b.      Pelindung wajah (masker, kacamata,helm): untuk mencegah kontak antara droplet dari mulut dan hidung petugas yang mengandung mikroorganisme ke pasien, dan mencegah kontak droplet/darah/cairan tubuh pasien kepada petugas
c.       Penutup kepala: untuk mencegah kontak dengan percikan darah atau cairan tubuh pasien
d.      Gaun pelindung (baju kerja atau celemek) : mencegah kontak mikroorganisme dari pasien atau sebaliknya
e.       Sepatu pelindung: mencegah perlukaan kaki oleh benda tajam yang terkontaminasi, juga terhadap darah dan cairan tubuh lainnya.

(Dr. nursalam, hal: 85-86)



3.      Pengelolaan alat kesehatan
Pengelolaan alat kesehatan dapat mencegah penyebaran infeksi melalui alat kesehatan, atau menjamin alat tersebut selalu dalam kondisi steril dan siap pakai. Pemilihan pengelolaan alat  tergantung pada kegunaan alat dan berhubungan dengan tingkat resiko penyebaran  infeksi. Pengelolaan alat dilakukan melalui empat  tahap:
1)      Dekontaminasi
2)      Pencucian
3)      Sterilisasi atau DTT
4)      Penyimpanan
Berikut ini adalah prosedur pengelolaan alat kesehatan :
Uap tutup dalam uap air mendidih selama 20 menit
Rebus diamkan mendidih selama 20 menit
Kimiawi Rendam dalam larutan desinfektan 20 menit
Pemanasan kering 170°C selama 60 menit
Uap bertekanan tinggi autoklaf 121° 20-30 menit 106kPa
Desinfeksi tingkat tinggi
Kimiawi rendam dalam larutan desinfektan 10-24jam atau gas ETO
Sterilisasi
Cuci bersih dan tiriskan : pakai sarung tangan dan pelindung terhadap objek tajam
Dekontaminasi
                                                    















Pendinginan dan penyimpanan siap dipakai
 







Dekontaminasi
Dekontaminasi merupakan langkah pertama dalam menangani alat bedah dan sarung tangan yang tercemar. Hal penting yang harus dilakukan sebelum membersihkan alat adalah mendekontaminasi alat dan benda lain yang mungkin terkena darah dan cairan tubuh. Segera setalah digunakan, alat harus direndam dilarutan klorin 0,5 %  selama 10 menit. Langkah ini bertujuan mencegah penyebaran infeksi alat kesehatan atau suatu permukaan benda, menginaktivasi HBV, HCV, dan  HIV serta dapat  mengamankan  petugas yang membersihkan alat tersebut dari  risiko penularan.

Produk-produk dekontaminasi
Larutan  klorin dan natrium hipoklorit yang umumnya tidak mahal dan merupakan produk dengan reaksi yang paling cepat dan efektif pada proses dekontaminasi, tetapi ada juga bahan lainnya yang biasa digunakan seperti 70% etil atau isopropil alcohol dan 0,5%-3% bahan fenolik atau karbol. Apabila tidak tersedia desinfektan untuk proses dekontaminasi, maka perlu kewaspadaan yang tinggi saat menangani dan membersihkan benda tajam tercemar (misalnya jarum jahit, gunting, dan pisau bedah). Cara membuat larutan klorin untuk dekontaminasi dan DTT alat adalah dengan cara mencampurkan satu bagian (cangkir atau gelas) cairan pemutih pekat ditambah sejumlah x (kali) bagian air (misalnya jika ingin membuat larutan 0,5% campur 1 cangkir pemutih + 6 cangkir air sehingga seluruhnya menjadi 7 cangkir). Gunakan air matang saat membuat larutan klorin 0,1% karena air ledeng mengandung bahan mikroskopis yang dapat menonaktifkan klorin.
Cara melakukan dekontaminasi dan pencucian sarung tangan adalah :
1.      Sebelum melepas sarung tangan kotor, masukkan tangan yang masih memakai sarung tangan ke dalam kontainer yang berisi larutan klorin 0,5%.
2.      Lepaskan sarung tangan dengan cara membalikkannya sehingga bagian luar menjadi bagian dalam kemudian rendam sarung tangan tersebut dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit.
3.      Cuci sarung tangan dengan larutan sabun. Bersihkan bagian dalam dan luar.
4.      Bilas sarung tangan dengan air bersih sampai dengan tidak ada detergen atau sabun
5.      Periksa kemungkinan adanya lubang sarung tangan dengan menggembungkan memakai tangan(yidak dengan meniup) dan memasukkan kedalam air, bila berlubang maka akan kelihatan gelembung udara.
6.      Keringkan dengan hati-hati bagian dalam dan luar sarung tangan sebelum melakukan sterilisasi atau desinfeksi.
Cara dekontaminasi peralatan yang terbuat dari logam adalah:
1.      Rendam semua peralatan yang telah dipakai kedalam container plastic yang berisi larutan klorin 0,5% selama 10 menit
2.      Sikat peralatan di bawah permukaan air sabun, gunakan sikat yang lembut (pastikan bagian-bagian yang bergerigi seperti engsel dan sekrup telah disikat sampai bersih)
3.      Bilas dengan air bersih sampai tidak ada sabun  atau detergen
4.      Keringkan di udara atau dengan handuk bersih
5.      Lakukan sterilisasi atau DTT
Cara mencuci linen, penutup lapangan operasi:
1.      Pada akhir tindakan, dengan menggunakan sarung tangan, ambil linen/kain penutup lapangan operasi, masukkan dengan hati-hati ke dalam container atau kantung plastic.
2.      Diikat, untuk kemudian dikirim ke tempat pencucian
3.      Bila kain/linen tercemar, beri larutan klorin 0,5% pada 5 bagian yang terpapar darah/cairan plastic, diikat, diberi label bahan menular, kirim ke tempat pencucian.
(Dr. nursalam, hal: 89-90)

Pencucian alat
1.      Setelah dekontaminasi dilakukan pembersihan yang merupakan langkah penting yang harus dilakukan. Tanpa pembersihan yang memadai maka umumnya proses desinfeksi dan sterilisasi selanjutnya menjadi tidak efektif.
2.      Pada alat kesehatan yang tidak terkontaminasi dengan darah, misalnya dengan kursi roda, tensimeter, infuse pump, dan lain-lain cukup dilap  dengan larutan detergen, air dan sikat. Pencucian harus dilakukan dengan teliti sehingga darah atau cairan tubuh lain, jaringan, bahan organic, dan kotoran betul-betul hilang dari permukaan alat tersebut.
3.      Cuci dengan detergen netral dan air, gunakan sarung tangan, pencucian yang hanya menggunakan air tidak dapat menghilangkan protein, minyak, dan partikel-partikel.
4.      Detergen digunakan dengan cara mencampurkannya dengan air dan digunakan untuk membersihkan partikel dan minyak serta kotoran lain.
5.      Tidak dianjurkan untuk menggunakan sabun cuci bias untuk membersihkan peralatan, karena sabun yang bereaksi dengan air akan meninggalkan residu yang sulit dihilangkan, hindarkan juga penggunaan abu gosok karena bekas goresan alat akan menjadi tempat bersembunyi mkroorganisme.
6.      Untuk pencucian linen, pegang linen sedikit mungkin, gunakan sarung tangan jika harus memegang linen, kumpulkan dalam kantung.
(Dr. nursalam, hal: 90-91)

Desinfeksi dan sterilisasi
1.      Desinfeksi:
Adalah suatu proses untuk menghilangkan sebagian atau semua mikroorganisme dari alat kesehatan kecuali endospora bakteri. Biasanya menggunakan cairan kimia, pasteurisasi atau perebusan. Efikasinya dipengaruhi berbagai factor diantaranya adalah proses yang dilakukan sebelumnya, seperti pencucian, pengeringan, adanya zat organic, tingkat pencemaran, jenis mikroorganisme pada alat kesehatan, sifat dan bentuk terpajan desinfektan, suhu, pH. Bila factor-faktor tersebut ada yang diabaikan maka mengurangi efektivitas desinfeksi.
Macam desinfeksi antara lain desinfeksi kimiawi dan desinfeksi cara lainnya. Berikut adalah penjelasan mengenai kedua jenis desinfeksi tersebut:

2.      Desinfeksi kimiawi:
a.       Alkohol
Berbentuk etil alcohol dengan konsentrasi 60-90% dapat bekerja sebagai bakterisidal, tuberkulosidal, fungisidal, dan virusidal, tetapi tidak membunuh spora bakteri. Cara kerja alcohol adalah denaturasi protein. Alcohol juga efektif untuk virus hepatitis B (HBV), herphes simpleks (HSV), HIV, rotavirus,echovirus, dan astrovirus. Alcohol tidak digunakan untuk sterilisasi karena tidak membunuh spora bakteri. Alcohol efektif untuk desinfeksi termometer oral maupun rectal dan serat optic endoskopi.

b.      Klorin dan ikatan klorin
Klorin membunuh bakteri diduga dengan cara menghambat reaksi enzimatik yan esensial dalam sel, denaturasi protein, dan inaktivasi asam nukleat.

c.       Formaldehyde
Digunakan sebagai desinfektan dan sterilisasi baik dalam bentuk cair maupun gas. Dipasar formaldehyde dijual dalam bentuk cair yang dikenal dengan formalin (formaldehyde 37% dari beratnya), formaldehyde berfungsi sebagai bakterisidal, tuberkulosidal, fungisidal, dan virusidal, serta sporisidal tetapi bersifat karsinogenik sehingga jarang digunakan lagi. Cara kerja formaldehyde adalah melalui alkilasi asam amino atau protein.

d.      Glutaraldehyde
Cara kerja glutaraldehyde adalah merusak DNA, RNA, menghambat sintesis mikroorganisme yang rentan terhadap glutaraldehyde pada konsentrasi 2% dan pH 7,5-8,5 meliputi bakteri vegetative, M.tuberculosa, fungi, berbagai virus, spora bacillus, dan clostridium ssp, oocyt cryptosporidium. Waktu yang dibutuhkan antara 10-20 menit, kecuali spora dalam waktu 3 jam. Banyak digunakan untuk DTT alat medis seperti endoskopi, pipa spirometer, alat dialysis, transduser, peralatan anestesi, dan terapi respirator.

e.       H2O2
Bekerja dengan cara memproduksi radikal hidroksil bebas merusak selubung lipid sel, DNA dan unsur sel yang esensial. Mikroorganisme yang rentan terhadap H2O2  pada konsentrasi 0,6-15% dalam waktu 15-60 menit adalah S. Aureus, serratia mercescens, proteus mirilis, E.colli, streptococcus ssp, baccilus ssp,(150 menit) , virus. Dipasar tersedia  H2O3% yang cukup stabil dan efektif sebagai desinfektan. H2O3-6% dapat digunakan sebagai desinfeksi lensa kontak, tonometer biprisma, dan ventilator.


f.       Asam parasetat
Asam parasetat atau asam peroksiasetat mempunyai kemampuan membunuh kuman secara cepat termasuk spora dalam konsentrasi rendah. Keuntungan adalah tidak ada zat sisa yang berbahaya bagi lingkungan (asam asetat, air, oksigen, dan H2O2 ), tetapi menimbulkan korosi tembaga, kuningan, perunggu, besi galvanis, namun efek dapat dikurangi dengan mengubah pH lingkungan. Mikroorganisme yang rentan adalah bakteri gram positif, dan gram negative, fungsi dan yeast (5 menit dalam 100-500 ppm), virus (12-2250 ppm), spora (15 detik-30 menit dalam 500-10.000 ppm).

g.      Fenol
Nama lainnya adalah lisol atau karbol. Fenol konsentrasi tinggi bekerja sebagai zat racun yang menembus protoplasma, merusak dinding sel dan menggumpalkan protein sel. Pada konsentrasi rendah, turunan fenol membunuh kuman dengan menghambat kerja enzim dan menyebabkan kebocoran hasil metabolisme sel melalui dinding sel.kombinasi turunan fenol dengan detergen digunakan untuk dekontaminasi lingkungan rumah sakit, termasuk permukaan meja, lantai laboratorium, dan alat kesehatan resiko rendah. Pemakaian di kamar bayi tidak dianjurkan karena bisa menyebabkan hiperbilirubin pada bayi. Fenol tidak digunakan untuk alat kesehatan resiko tinggi dan sedang karena meninggalkan residu.

h.      Ikatan amonium kuartener
Beberapa contoh yang dipakai adalah diametil-benzil-amonium-klorida, alkildidesil-dimetil-amonium-klorida, merupakan desinfektan tingkat rendah. Keduanya merupakan bahan tenun karena kain akan menyerap zat dan meneruskan reaksinya secara bermakna. Efek ikatan ini adalah bakterisidal, fungisidal, dan virusidal (virus lipofilik).

                                                                                    (Dr. nursalam, hal: 91-92)




3.      Desinfeksi fisik:
a.       Radiasi dengan ultraviolet (UV)
UV dapat merusak DNA, efektivitas dalam membunuh mikroorganisme dipengaruhi oleh panjang gelombangnya, bahan organic, jenis media, suhu, jenis mikroorganisme, dan intensitas UV. Sinar UV bersifat mutagenic, merusak retina, dan menyebabkan sel bermitosis.
b.      Pasteurisasi
Bertujuan merusak mikroorganisme pathogen yang mungkin ada tanpa merusak spora bakteri. Suhu yang digunakan 77 0C dalam 30 menit sebagai alternative desinfeksi kimiawi alat terapi pernafasan anestesi.
c.       Mesin desinfektor (flushing and washer desinfector)
Mesin pencuci yang dirancang untuk bekerja otomatis dan tertutup untuk membersihkan pispot, Waskom, alat kesehatan bedah, dan pipa anestesi. Mesin ini menggunakan air panas kira-kira 90 0C.
(Dr. nursalam. Hal: 92-93)

4.      Desinfeksi tingkat tinggi (DTT)
DTT merupakan alternative penatalaksanaan alat kesehatan bila sterilisasi tidak tersedia atau tidak mungkin terlaksana. DTT dapat membunuh semua mikroorganisme, tetapi tidak dapat membunuh endospora dengan sempurna seperti tetanus atau gas gangren. Cara melakukan DTT antara lain:
a.       Merebus dalam air mendidih selama 20 menit
b.      Rendam dalam desinfektan kimiawi seperti glutaraldehyde dan formaldehyde 80%
c.       Steamer.
(Dr. nursalam, hal: 93)
Sterilisasai
Sterilisasi adalah menghilangkan seluruh mikroorganisme dari alat kesehatan termasuk endospora bakteri.
                                                                                                            (Dr. nursalam, hal: 93)
1.      Sterilisasi fisik
a.       Pemanasan basah:  koagulasi dan denaturasi protein: pada suhu 121 0C, selama 20-30 menit.
b.      Pemanasan kering: oven, pembakar, sinar intramerah: pada suhu 150-170 0C, selama >30 menit. Untuk membunuh spora, pemanasan juga bisa dilakukan pada suhu 180 0C selama 2 jam.
c.       Radiasi sinar gamma, sangat mahal dan hanya digunakan untuk industry besar misalnya jarum suntik, spuit sekali pakai, dan alat-alat infus.
d.      Filtrasi: serum, plasma, vaksin: dari selulosa berpori 0,22 µm.

(Dr. nursalam, hal: 93)

2.      Sterilisasi kimia
a.       Glutaraldehyde 2% untuk merendam alat kesehatan 8-10 jam, yaitu formaldehyde 8% selama 24 jam. Kedua zat tersebut tidak dianjurkan karena dapat mengiritasi kulit, mata, dan seluruh nafas.
b.      Gas etilin oksida (ETO) adalah gas beracun. Dipakai untuk alat yang tidak tahan panas (karet, plastic, elektronik, kabel, alat optic, dan lain-lain).
c.       ETO pada kelembaban 20-40%, kepekatan 540-900 mg/liter, dipakai pada suhu 16 jam.

(Dr. nursalam, hal: 93-94)

Stratategi untuk meningkatkan keselamatan petugas kesehatan
a.      Gunakan universal precautions
b.      Kurangi prosedur invasive yang tidak perlu
c.       Kembangkan protap (prosedur tetap pelaksanaan suatu tindakan) tempat kerja yang sesuai
d.      Sediakan sumber-sumber yang memungkinkan petugas patuh terhadap protap yang ada.
e.       Penyuluhan dan dukungan untuk seluruh staf.
f.        Supervisi siswa dan petugas  yang tidak berpengalaman.

(Dr. nursalam, hal: 94)


BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
AIDS adalah penyakit yang disebabkan oleh virus yang merusak system kekebalan tubuh manusia. Penularan AIDS terutama berlangsung melalui : Hubungan seks dengan pengidap HIV, Transfusi darah yang mengandung HIV, Alat suntik atau tusuk lainnya bekas dipakai pengidap HIV, Ibu hamil pengidap HIV kepada janin yang dikandungnya.
Bahwa HIV/AIDS tidak dapat diobati melainkan dapat dicegah dengan rumusan :
A : Abstinensia, tidak melakukan hubungan seksual atau tidak melakukan hubungan seksual sebelum menikah.
B : Being Faithfull, setia pada satu pasangan, atau menghindari berganti-ganti pasangan seksual
C : Condom, bagi yang berisiko dianjurkan selalu menggunakan condom secara benar selama berhubungan seksual
D : Drug Injection, jangan menggunakan obat ( narkoba ) suntik dengan jarum tidak seteril atau digunakan secara bergantian
E : Education, pendidikan dan penyuluhan kesehatan tentang hal-hal yang berkaitan dengan HIV/AIDS.
B.     Saran
1.      Langkah-langkah untuk mencegah atau meminimalkan kejadian cidera benda tajam sebagai akibat resiko kerja, perlu segera diambil oleh para pengelola tenaga keperawatan dan pihak terkait lainnya karena pada akhirnya akan menjadi ancaman bagi produktifitas pelayanan keperawatan di rumah sakit. Langkah-langkah yang bisa diambil diantaranaya meningkatkan kompetensi para perawat dengan pendidikan dan pelatihan terkait, penyediaan fasilitas pendukung, pengawasan, pengendalian, serta penanganan dini kasus-kasus kecelakaan kerja terutama tertusuk benda tajam.
2.       Pembinaan sikap positif terhadap perawatan pasien HIV/AIDS perlu terus dilakukan mengingat hampir setengah responden masih menunjukan sikap negative terhadap perawatan pasien HIV/AIDS. Pembinaan ini bisa ditempuh dengan cara mensosialisasikan kemajuan yang positif dalam pengelolaan pasien HIV/AIDS, dukung moril, fasilitas, dan kebijakan dari institusi rumah sakit.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar