Rabu, 09 Mei 2012

Asuhan Keperawatan pada Thalasemia


Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah         ………………………………………………            2
B.     Tujuan ………………………………………………………………………            2

BAB II KONSEP TEORI
A.    Definisi           ………………………………………………………………            4
B.     Etiologi           ………………………………………………………………            4
C.     Klasifikasi       ………………………………………………………………            5
D.    Manifestasi Klinis       ………………………………………………………            5
E.     Pemeriksaan Penunjang          ………………………………………………            6
F.      Terapi Medis   ………………………………………………………............            6
G.    Patofisiologi    ……………………………………………………………….           7
H.    Pathways         ……………………………………………………………….           8

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
A.    Pengkajian       ……………………………………………………………......          9
B.     Diagnose Keperawatan           ………………………………………………..          10
C.     Intervensi        ……………………………………………………………......          11
D.    Evaluasi           ………………………………………………………………..          14

BAB IV PENUTUP
A.    Kesimpulan     ………………………………………………………………            15
B.     Saran   ………………………………………………………………………            16

Daftar Pustaka




BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah

Gangguan genetic hemoglobin salah satunya gangguan sintesis rantai globin ( Thalasemia ), yang memiliki prevalensi global luas, teruta didaerah yang sering atau pernah sering terjadi malaria, karena keadaan karier memberikan sedikit proteksi terhadap malaria falciparum. Heterozigot campuran yang sering muncul, terdiri dari alel talasemia dan alel varian structural hemoglobin, meliputi sabit/talasemia-β dan Hb E/talasemia-β.
( At a Glance Hematologi, 2006 )

            Sebaran thalasemia terentang lebar dari Eropa Selatan-Mediteranian, Timur Tengah, dan Afrika sampai dengan Asia Selatan, Asia Timur, Asia Tenggara. Thalasemia-β tersebar pada populasi Mediterania, Timur Tengah, India, Pakistan, Asia Tenggara, Rusia Selatan, Cina. Jarang di : Afrika, kecuali Liberia, dan dibeberapa bagian Afrika Utara Sporadik : pada semua ras. Thalasemia-α terentang dari Afrika ke Mediteranian, Timur Tengah, Asia Timur dan Tenggara Hb Bart’s hydrops syndrome dan HbH disease sebagian besar terbatas di populasi Asia Tenggara dan Mediteranian. Ini semua menunjukan sebaran populasi thalasemia di dunia.
( Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam )


B.     Tujuan
1.      Tujuan umum
Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas yang diberikan untuk memenuhi mata kuliah system imun dan hematologi. Diharapkan setelah membaca makalah ini mahasiswa dapat mengetahui lebih dalam tentang thalasemia yang akan dibahas dalam makalah ini.


2.      Tujuan Khusus
Diharapkan setelah membaca makalah ini, pembaca dapat :
a.       Mengetahui definisi thalasemia dari beberapa teori yang ada.
b.      Mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan thalasemia seperti manifestasi klinis, pemeriksaan penunjang, terapi medis dan patofisiologis dari gangguan thalasemia.
c.       Mengetahui pengkajian yang dilakukan untuk klien dengan gangguan thalasemia
d.      Mengetahui diagnose keperawatan yang muncul berdasarkan manifestasi klinis
e.       Mengetahui intervensi beserta evaluasi keperawatan pada klien dengan gangguan thalasemia.




BAB II
KONSEP TEORI

A.    DEFINISI
Thalasemia merupakan kelompok kelainan genetic heterogen, yang timbul akibat berkurangnya kecepatan sintesis rantai α atau β.
(  kapita selekta hematologi edisi 4 )
Thalasemia adalah suatu kelainan yang diturunkan dengan ditandai dengan menurunnya Synthesis dari salah satu rantai globin dari Hb.
( Perawatan medical bedah )
Thalasemia merupakan sindrom kelainan yang diwariskan (inherted) dan masuk ke dalam kelompok hemoglobinopati, yakni kelainan yang disebabkan oleh gangguan sintesis hemoglobin akibat mutasi didalam atau dekat gen globin.
( Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid II )

B.     ETIOLOGI
Thalasemia merupakan sindrom kelainan yang disebabkan oleh gangguan sintesis hemoglobin akibat mutasi didalam atau dekat gen globin. Pada thalasemia mutasi gen globin ini dapat menimbulkan perubahan rantai globin α atau β, berupa perubahan kecepatan sintesis (rate of synthesis) atau kemampuan produksi rantai globin tertentu, dengan akibat menurunnya atau tidak diproduksinya rantai globin tersebut.
Perubahan ini diakibatkan oleh adanya mutasi gen globin pada clusters gen α atau β berupa bentuk delesi atau non delesi. Walaupun telah lebih dari ratus mutasi gen thalasemia yang telah diidentifikasi, tidak jarang pada analisis DNA thalasemia belum dapat ditentukan jenis mutasi gennya. Hal inilah yang merupakan kendala terapi gen pada thalasemia.
( Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid II )




C.     KLASIFIKASI
1.      Thalasemia-α
Dalam keadaan normal terdapat empat gen globin-α, dua pada setiap kromosom 16. Sifat thalasemia-α merupakan delesi atau disfungsi satu atau dua gen-α dengan sel darah merah hipokronik dan mikrositik, dengan peningkatan jumlah sel darah merah ( >5,5x1012/L). anemia ringan terjadi pada beberapa kasus dengan dua gen-α terdelesi. Keparahan thalasemia-α bergantung pada jumlah gen-α yang didelesi, atau yang disfungsional.
( At a Glance Hematologi edisi II )

2.      Thalasemia-β
a.       Thalasemia mayor
Keadaan ini terjadi karena kegagalan sintesis rantai globin-β secara komplet (β0) atau hamper komplet (β+) yang disebabkan oleh satu dari hamper 200 mutasi titik atau delesi yang berbeda dalam gen globin β atau sekuens pengontrolnya pada kromosom 11.
b.      Thalasemia minor
Keadaan ini adalah kelainan yang umum, biasanya tanpa gejala, seperi sifat thalasemia-α ditandai oleh gambaran darah mikrositik hipokrom (MVC dan MCH sangat rendah) tetapi jumlah eritrosit tinggi ( >5,5x1012/L) dan anemia ringan (hemoglobin 10-15 g/dl).
c.       Thalasemia intermedia
Kasus thalasemia dengan derajat keparahan sedang (hemoglobin 7,0-10,0 g/dl) yang tidak memerlukan transfuse teratur.
d.      Thalasemia-δβ
Penyakit ini meliputi kegagalan produksi rantai β dan δ.
( Kapita selekta hematologi edisi 4 )

D.    MANIFESTASI KLINIS
Kelainan genotip thalasemia memberikan fenotip yang khusus, bervariasi, dan tidak jarang tidak sesuai dengan yang diperkirakan.
1.      Thalasemia-β mayor :
a.       anemia berat yang bergantung pada transfuse darah.
b.      Gagal berkembang, infeksi interkuren, pucat, ikterus ringan.
c.       Pembesaran hati dan limpa, ekspansi tulang_terutama tulang tengkorak_dengan penonjolan dan gambaran ‘rambut semua’ pada foto rontgen tengkorak.
d.      Gambaran overload besi sebagai akibat transfuse darah meliputi pigmentasi melanin, defek pertumbuhan/endokrin.
2.      Thalasemia-β minor ; anemia hemolitik mikrositik hipokrom.
3.      Thalasemia-β intermedia : gejala diantara thalasemia-β mayor dan minor.
4.      Pembawa sifat tersembunyi thalasemia-β (silent carrier)


E.     PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.      Pemeriksaan laboratorium
a.       Anemia berat ( Hb 2-6 g/dl ) dengan penurunan MCV dan MCH.
b.      Apusan darah : memperlihatkan sel mikrositik hipokromik, sel target, eritroblas dan yang sering mielosit.
c.       Sumsung tulang hiperseluler dengan hyperplasia eritrosid.
d.      Penelitian pada sintesis rantai globin memperlihatkan sintesis rantai-β yang tidak ada, atau mengalami defisiensi berat. Hemoglobin janin meningkatkan secara bervariasi.
e.       Analisis DNA memperlihatkan mutasi atau delesi spesifik.


F.      TERAPI MEDIS
1.      Transfuse darah yang teratur perlu dilakukan untuk mempertahankan hemoglobin diatas 10 g/dl setiap saat. Biasanya membutuhkan 2-3 unit tiap 4-6 minggu. Darah yang telah disaring untuk memisahkan leukosit, menghasilkan eritrosit dengan ketahanan yang terbaik dan reaksi paling sedikit.
2.      Asam folat diberikan secara teratur ( missal 5 mg/hari ) jika asupan diet buruk.
3.      Terapi khelasi besi digunakan untuk mengatasi kelebihan besi.
4.      Vitamin C ( 200 mg/hari ) meningkatkan eksresi besi yang disebabkan oleh desferioksamin.
5.      Splenektomi mungkin perlu dilakukan untuk mengurangu kebutuhan darah.
6.      Terapi endokrin diberikan sebagai terapi pengganti akibat kegagalan organ akhir atau untuk merangsang hipofisis bila pubertas terlambat.
7.      Imunisasi hepatitis B harus dilakukan pada semua pasien non-imun.
8.      Transplantasi sumsum tulang alogenik member prospek kesembuhan yang permanen.
( kapita selekta hematologi edisi 4 )


G.    PATOFISIOLOGI
Thalasemia merupakan sindrom kelainan yang disebabkan oleh gangguan sintesis hemoglobin akibat mutasi di dalam atau dekat gen globin. Pada thalasemia mutasi gen globin ini dapat menimbulkan perubahan rantai globin α atau β, berupa perubahan kecepatan sintesis ( rate of synthesis ) atau kemampuan produksi rantai globin tertentu, dengan akibat menurunya atau tidak diproduksinya rantai globin tersebut. Perubahan ini diakibatkan oleh adanya mutasi gen globin pada clusters gen α atau β berupa bentuk delesi atau non delesi. Walaupun telah lebih dari dua ratus mutasi gen thalasemia yang telah didentifikasi, tidak jarang pada analisis DNA thalasemia belum dapat ditemukan jenis mutasi gennya. Hal inilah yang merupakan kendala terapi gen pada thalasemia.
( Buku ajar ilmu penyakit dalam, 2009 )

Pada thalasemia terjadi pengurangan atau tidak ada sama sekali produksi rantai globin satu atau lebih rantai globin. Penurunan secara bermakna kecepatan sintesis salah satu jenis rantai globin ( rantai-α atau rantai rantai-β ) menyebabkan sinteis rantai globin yang tidak seimbang.
Bila keadaan normal rantai globin yang disintesis seimbang antara rantai-α dan  rantai rantai-β, yakni α2β2, maka pada thalasemia-β0, dimana tidak disintesis sama sekali rantai β, maka rantai globin yang diproduksi berupa rantai α yang berlebihan ( α4 ). Sedangkan pada thalasemia-α0 , dimana tidak disintesis sama sekali rantai α, maka rantai globin yang diproduksi berupa rantai β yang berlebihan (β4 ).
( buku ajar ilmu penyakit dalam jilid II )
           




H.    PATHWAYS
Kelainan Genetik
-          Gangguan rantai peptide
-          Kesalahan letak asam amino polipeptida
Tidak efektif koping keluarga
 
Rantai β dalam molekul Hb
G3 Eritrosit Mbw O2
Kompensator naik pada rantai α
β produksi terus-menerus
Hb defectife
Ketidakseimbangan polipeptida
Eritrosit tidak stabil
       Hemolisis                        Anemia berat
Suplai O2 kejar berkurang        pembentukan eritrosit
    Oleh sumsung tulang dan disuplay
    Dari transfuse

Perubahan perfusi jaringan
 
Ketidakseimbangan antara             
Suplay O2 dan kebut                                                                   FE



Tidak toleransi terhadap aktifitas
                                    Kelemahan                                                      Hemosidero :


                                    Anoreksia

                                                            Endokrin         Hati           Jantung       Limpa        Kulit
Perubahan nutrisi
Menjadi    kelabu
                                                                        Hematomegali
                                                                                                                        Splenomegali
                                                                                                Gagal jantung
                                                            Pertumbuhan dan
                                                            Berkembangan
                                                            Terganggu



           
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A.    PENGKAJIAN

1.      Asal Keturunan / Kewarganegaraan
Thalasemia banyak dijumpai pada bangsa di sekitar laut Tengah (Mediteranial) seperti Turki, Yunani, dll. Di Indonesia sendiri, thalasemia cukup banyak dijumpai pada anak, bahkan merupakan penyakit darah yang paling banyak diderita.
2.      Umur
Pada penderita thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala telah terlihat sejak anak berumur kurang dari 1 tahun, sedangkan pada thalasemia minor biasanya anak akan dibawa ke RS setelah usia 4 tahun.
3.      Riwayat Kesehatan Anak
Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran pernapasan atas atau infeksi lainnya. Ini dikarenakan rendahnya Hb yang berfungsi sebagai alat transport.
4.      Pertumbuhan dan Perkembangan
Seirng didapatkan data adanya kecenderungan gangguan terhadap tumbang sejak masih bayi. Terutama untuk thalasemia mayor, pertumbuhan fisik anak, adalah kecil untuk umurnya dan adanya keterlambatan dalam kematangan seksual, seperti tidak ada pertumbuhan ramput pupis dan ketiak, kecerdasan anak juga mengalami penurunan. Namun pada jenis thalasemia minor, sering terlihat pertumbuhan dan perkembangan anak normal.
5.      Pola Makan
Terjadi anoreksia sehingga anak sering susah makan, sehingga BB rendah dan tidak sesuai usia.
6.      Pola Aktivitas
Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak seusianya. Anak lebih banyak tidur/istirahat karena anak mudah lelah.
7.      Riwayat Kesehatan Keluarga
Thalasemia merupakan penyakit kongenital, jadi perlu diperiksa apakah orang tua juga mempunyai gen thalasemia. Jika iya, maka anak beresiko terkena talasemia mayor.


8.      Riwayat Ibu Saat Hamil (Ante natal Core – ANC)
Selama masa kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara mendalam adanya faktor resiko talasemia. Apabila diduga ada faktor resiko, maka ibu perlu diberitahukan resiko yang mungkin sering dialami oleh anak setelah lahir.
9.      Data Keadaan Fisik Anak Thalasemia
a.       KU = lemah dan kurang bergairah, tidak selincah anak lain yang seusia.
b.      Kepala dan bentuk muka. Anak yang belum mendapatkan pengobatan mempunyai bentuk khas, yaitu kepala membesar dan muka mongoloid (hidung pesek tanpa pangkal hidung), jarak mata lebar, tulang dahi terlihat lebar.
c.       Mata dan konjungtiva pucat dan kekuningan
d.      Mulut dan bibir terlihat kehitaman
e.       Dada, Pada inspeksi terlihat dada kiri menonjol karena adanya pembesaran jantung dan disebabkan oleh anemia kronik.
f.       Perut, Terlihat pucat, dipalpasi ada pembesaran limpa dan hati (hepatospek nomegali).
g.       Pertumbuhan fisiknya lebih kecil daripada normal sesuai usia, BB di bawah normal
h.      Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia pubertas tidak tercapai dengan baik. Misal tidak tumbuh rambut ketiak, pubis ataupun kumis bahkan mungkin anak tidak dapat mencapai tapa odolense karena adanya anemia kronik.
i.        Kulit, Warna kulit pucat kekuningan, jika anak telah sering mendapat transfusi warna kulit akan menjadi kelabu seperti besi. Hal ini terjadi karena adanya penumpukan zat besi dalam jaringan kulit (hemosiderosis).

B.     Diagnosa Keperawatan

1.      Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman O2 ke sel.
2.      Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai O2 dan kebutuhan.
3.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan untuk mencerna atau ketidakmampuan mencerna makanan/absorbsi nutrien yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah normal.
4.      Resiko terjadi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan sirkulasi dan neurologis.
5.      Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder tidak adekuat, penurunan Hb, leukopenia atau penurunan granulosit.
6.      Kurang pengetahuan tentang prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan interpretasi informasi dan tidak mengenal sumber informasi.


C.     Intervensi Keperawatan

1.    Dx 1 Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman O2 ke sel.
Kriteria hasil :
a.    Tidak terjadi palpitasi
b.    Kulit tidak pucat
c.    Membran mukosa lembab
d.   Keluaran urine adekuat
e.    Tidak terjadi mual/muntah dan distensil abdomen
f.     Tidak terjadi perubahan tekanan darah
g.    Orientasi klien baik.

Intervensi :
a.       Awasi tanda-tanda vital, kaji pengisian kapiler, warna kulit/ membran mukosa, dasar kuku.
b.       Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi (kontra indikasi pada pasien dengan hipotensi).
c.       Selidiki keluhan nyeri dada, palpitasi.
d.      Kaji respon verbal melambat, mudah terangsang, agitasi, gangguan memori, bingung.
e.       Catat keluhan rasa dingin, pertahankan suhu lingkungan, dan tubuh hangat sesuai indikasi.
f.        Kolaborasi pemeriksaan laboratorium, Hb, Hmt, AGD, dll.
g.       Kolaborasi dalam pemberian transfusi.
h.       Awasi ketat untuk terjadinya komplikasi transfusi.

2.    Dx. 2 intoleransi aktivitas berhubungan degnan ketidakseimbangan antara suplai O2 dan kebutuhan.
Kriteria hasil :
a.       Menunjukkan penurunan tanda fisiologis intoleransi, misalnya nadi, pernapasan dan Tb masih dalam rentang normal pasien.

Intervensi :
a.       Kaji kemampuan pasien untuk melakukan aktivitas, catat kelelahan dan kesulitan dalam beraktivitas.
b.       Awasi tanda-tanda vital selama dan sesudah aktivitas.
c.       Catat respin terhadap tingkat aktivitas.
d.      Berikan lingkungan yang tenang.
e.       Pertahankan tirah baring jika diindikasikan.
f.        Ubah posisi pasien dengan perlahan dan pantau terhadap pusing.
g.       Prioritaskan jadwal asuhan keperawatan untuk meningkatkan istirahat.
h.       Pilih periode istirahat dengan periode aktivitas.
i.         Beri bantuan dalam beraktivitas bila diperlukan.
j.         Rencanakan kemajuan aktivitas dengan pasien, tingkatkan aktivitas sesuai toleransi.
k.       Gerakan teknik penghematan energi, misalnya mandi dengan duduk.


3.    Dx. 3 perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan untuk mencerna / ketidakmampuan mencerna makanan / absorbsi nutrien yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah normal.

Kriteria hasil :
a.       Menunjukkan peningkatan berat badan/ BB stabil.
b.       Tidak ada malnutrisi.

Intervensi :
a.       Kaji riwayat nutrisi termasuk makanan yang disukai.
b.       Observasi dan catat masukan makanan pasien.
c.       Timbang BB tiap hari.
d.      Beri makanan sedikit tapi sering.
e.       Observasi dan catat kejadian mual, muntah, platus, dan gejala lain yang berhubungan.
f.        Pertahankan higiene mulut yang baik.
g.       Kolaborasi dengan ahli gizi.
h.       Kolaborasi Dx. Laboratorium Hb, Hmt, BUN, Albumin, Transferin, Protein, dll.
i.         Berikan obat sesuai indikasi yaitu vitamin dan suplai mineral, pemberian Fe tidak dianjurkan.


4.    Dx. 4 Resiko terjadi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi dan novrologis.

Kriteria hasil :
a.       Kulit utuh.

Intervensi :
a.      Kaji integritas kulit, catat perubahan pada turgor, gangguan warna, aritema dan ekskoriasi.
b.      Ubah posisi secara periodik.
c.      Pertahankan kulit kering dan bersih, batasi penggunaan sabun.

5.    Dx. 5. resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder tidak adekuat: penurunan Hb, leukopenia atau penurunan granulosit.

Kriteria hasil :
a.       Tidak ada demam
b.       Tidak ada drainage purulen atau eritema
c.       Ada peningkatan penyembuhan luka

Intervensi :
a.       Pertahankan teknik septik antiseptik pada prosedur perawatan.
b.       Dorong perubahan ambulasi yang sering.
c.       Tingkatkan masukan cairan yang adekuat.
d.      Pantau dan batasi pengunjung.
e.       Pantau tanda-tanda vital.
f.        Kolaborasi dalam pemberian antiseptik dan antipiretik.


6.    Dx. 6. Kurang pengetahuan tentang prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan salah interpretasi informasi dan tidak mengenal sumber informasi.

Kriteria hasil :
a.       Menyatakan pemahaman proses penyakit, prosedur diagnostika rencana pengobatan.
b.       Mengidentifikasi faktor penyebab.
c.       Melakukan tindakan yang perlu/ perubahan pola hidup.

Intervensi :
a.       Berikan informasi tentang thalasemia secara spesifik.
b.       Diskusikan kenyataan bahwa terapi tergantung pada tipe dan beratnya thalasemia.
c.       Rujuk ke sumber komunitas, untuk mendapat dukungan secara psikologis.
d.      Konseling keluarga tentang pembatasan punya anak/ deteksi dini keadaan janin melalui air ketuban dan konseling perinahan: mengajurkan untuk tidak menikah dengan sesama penderita thalasemia, baik mayor maupun minor.





D.    Evaluasi
Pertanyaan-pertanyaan yang mungkin diberikan pada pasien :
1.    Apakah pasien terbebas dari tanda-tanda kecemasana ?
2.    Apakah pasien merasa nyaman ?
3.    Apakah gas dalam darah berada dalam batas normal dan apakah pasien mudah bernapas ?
4.    Apakah peredaran gas telah mencukupi, apakah air seni dan penglihatan cukup baik ?
5.    Apakah pasien terbebas dari tanda-tanda infeksi ?
6.    Apakah pasien merasa puas dengan gaya hidupnya, hubungan seksual, dan peran dalam keluarganya ?
7.    Apakah pasien dapat menyatakan sifat penyakitnya dan keadaan dari gejala yang membuat lebih parah ?
( Perawatan Medikal Bedah )
Evaluasi hasil yang diharapkan :
1.       Mampu bertoleransi dengan aktivitas normal
a.       Mengikuti rencana progresif istirahat, aktivitas, dan latihan
b.      Mengatur irama aktivitas sesuai tingkat energy
2.      Mencapai / mempertahanakan nutrisi yang adekuat
a.       Makan makanan tinggi protein, kalori dan vitamin
b.      Menghindari makanan yang menyebabkan iritasi lambung
c.       Mengembangkan rencana makan yang memperbaiki nutrisi optimal
3.      Tidak mengalami komplikasi
a.       Menghindari aktivitas yang menyebabkan takikardi, palpitasi, pusing, dan dispnu
b.      Mempergunakan upaya istirahat dan kenyamanan untuk mengurangi dispnu
c.       Mempunyai tanda vital normal
d.      Tidak mengalami tanda retensi cairan ( mis. Edema perifer, curah urin berkurang, distensi vena leher )
e.       Berorientasi terhadap nama, waktu, tempat, dan situasi
f.       Terapi bebas dari cidera.
( keperawatan medical bedah, 2002 )

BAB IV
PENUTUP
A.    Kesimpulan

Thalasemia merupakan sindrom kelainan yang diwariskan (inherted) dan masuk ke dalam kelompok hemoglobinopati, yakni kelainan yang disebabkan oleh gangguan sintesis hemoglobin akibat mutasi didalam atau dekat gen globin. Klasifikasi thalasemia seperti Thalasemia-α, Thalasemia-β ( Thalasemia mayor Thalasemia minor, Thalasemia-δβ, Thalasemia intermedia ). Manifestasi dari thalasemia misalnya anemia berat yang bergantung pada transfuse darah, gagal berkembang, infeksi interkuren, pucat, ikterus ringan, pembesaran hati dan limpa, ekspansi tulang, defek pertumbuhan/endokrin,  anemia hemolitik mikrositik hipokrom.

Hal-hal yang perlu dikaji pada penderita thalasemia ini adalah asal keturunan / kewarganegaraan, umur, riwayat kesehatan anak, pertumbuhan dan perkembangan, pola makan, pola aktivitas. riwayat kesehatan keluarga, riwayat ibu saat hamil , data keadaan fisik anak thalasemia. Dan diagnose keperawatan yang mungkin muncul seperti Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman O2 ke sel, Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai O2 dan kebutuhan, Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan untuk mencerna atau ketidakmampuan mencerna makanan/absorbsi nutrien yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah normal, Resiko terjadi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan sirkulasi dan neurologis, Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder tidak adekuat, penurunan Hb, leukopenia atau penurunan granulosit, Kurang pengetahuan tentang prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan interpretasi informasi dan tidak mengenal sumber informasi.

Intervensi yang dapat dilakukan misalnya Awasi tanda-tanda vital, Kolaborasi pemeriksaan laboratorium, Hb, Hmt, AGD, dll, Kolaborasi dalam pemberian transfuse, Awasi ketat untuk terjadinya komplikasi transfuse, Kaji kemampuan pasien untuk melakukan aktivitas, Gerakan teknik penghematan energy, Kaji riwayat nutrisi termasuk makanan yang disukai, Berikan obat sesuai indikasi yaitu vitamin dan suplai mineral, pemberian Fe tidak dianjurkan, Kaji integritas kulit, Pertahankan teknik septik antiseptik pada prosedur perawatan, Berikan informasi tentang thalasemia secara spesifik

B.     Saran
Kami menyadari dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kami mohon kritik dan saran dari para pembaca demi terciptanya makalah lain yang lebih baik lagi.










Daftar Pustaka

Sudayo, Aru. W. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam ( Ed.5, Jilid II ). Jakarta : Interna Publishing.
Hoffbrand. 2005. Kapita Selekta Hematologi ( Ed.4 ). Jakarta : EGC.
Mehta, Atul. B. 2006. At a Glance Hematologi. Jakarta : Erlangga.
Long, Barbara. C. Perawatan Medikal Bedah (suatu pendekatan proses keperawatan). Bandung : YIAPKP.
Smeltzer, Suzanne.C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Bruner & Suddarth. Jakarta : EGC.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar